21 April 2012

Dipulangkan Rp 4 Miliar, Nazaruddin Didenda Rp 200 Juta, Adilkah?

Selain menjatuhkan pidana empat tahun sepuluh bulan penjara, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta juga menghukum Muhammad Nazaruddin membayar denda Rp 200 juta atas perbuatan suap yang dilakukannya. Putusan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (20/4/2012) kemarin itu menetapkan Nazaruddin bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap berupa cek senilai Rp 4,6 miliar.
Tidak ada kerugian Negara yang timbul dari perbuatan Nazaruddin. Atas dasar itulah, mantan bendahara umum Partai Demokrat itu tidak diharuskan membayar uang pengganti. Namun, selama proses penyidikan, Nazaruddin dianggap "menyusahkan" Negara dengan buron ke luar negeri. Akibatnya, Negara harus mengeluarkan biaya besar yang kabarnya mencapai Rp 4 miliar untuk memulangkan Nazaruddin. Ihwal biaya besar yang dikeluarkan Negara untuk pemulangan Nazaruddin itu dijadikan majelis hakim sebagai pemberat hukuman Nazaruddin. Cukupkah demikian?
Anggota Badan Pekerja Indonesi Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai, seharusnya kerugian-kerugian Negara tidak langsung yang timbul dalam proses hukum seperti itu dibebankan kepada pelaku tindak pidana melalui putusan pengadilan. Hal tersebut, katanya, perlu untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi.
"Misalnya kasus Nazaruddin, uang negara yang keluar untuk berburu Nazaruddin yang katanya miliaran rupiah itu bisa dibebankan dalam putusan denda Nazaruddin," kata Emerson saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (21/4/2012).
Emerson mengatakan, hal ini kemudian dapat diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang tengah direvisi. Kerugian Negara secara tidak langsung yang timbul dalam proses hokum harus diperhitungkan dalam menentukan besaran denda. Sejauh ini, katanya, belum ada formula baku dalam menentukan denda yang harus dibayar seorang pelaku pidana.
"Penentuan besaran denda itu kan saat ini hanya sujektivitas hakim, formulanya belum baku, jadi memang ada denda maksimal sekian, minimal sekian, tapi tidak jelas ini denda untuk apa," ujar Emerson.
Seperti diketahui, dalam proses penyidikan, Nazaruddin sempat melarikan diri. Mantan anggota DPR itu bertolak ke Singapura pada 23 Mei 2011 lalu dan tertangkap di Cartagena, Kolombia, pada 7 Agustus 2011 lalu. Selama buron, Nazaruddin bersama istrinya, Neneng Sri Wahyuni menyewa jet pribadi yang biayanya mencapai miliaran rupiah.

0 komentar:

Posting Komentar

Kritik n sarannya ya....

Powered By Blogger
 

HoerY ParteY Copyright © 2011 | Template design by O Pregador | Powered by Blogger Templates